ARTICLE AD BOX
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Penutupan usaha susu sapi rumahan milik Pramono di Lereng Merapi, Boyolali, Jawa Tengah, akibat tekanan pajak, memicu sorotan dari pengamat kebijakan publik, Gigin Praginanto. Ia menilai situasi ini mencerminkan ketidakadilan yang kerap dirasakan rakyat kecil dalam menghadapi beban pajak.
“Rakyat dikejar-kejar untuk bayar pajak,” kata Gigin dalam pernyataannya yang diunggah di aplikasi X @giginpraginanto pada 2 November 2024.
Menurut Gigin, pengusaha kecil semakin sulit bertahan di tengah beban pajak dan biaya operasional yang tinggi. Ia pun mengkritik para pejabat yang dianggap hanya memikirkan kemewahan dan melindungi kepentingan pribadi.
“Pejabat dikejar-kejar nafsu untuk hidup gemerlap dan melindungi kejahatan penguasa serta keluarganya,” ucap Gigin.
Lebih lanjut, Gigin menegaskan bahwa kondisi seperti ini memperlihatkan kekacauan dalam tata kelola negara yang seharusnya menjamin keadilan bagi seluruh masyarakat. “Benar-benar negara kacau balau,” tandasnya.
Penutupan usaha UD Pramono tidak terjadi tanpa alasan. Pada 2018, Pramono awalnya ditagih pajak senilai Rp2 miliar. Setelah negosiasi panjang, jumlah itu diturunkan menjadi Rp670 juta, tetapi Pramono masih keberatan. Pada akhirnya, tagihan pajak kembali direvisi menjadi Rp200 juta. Namun, persoalan belum usai. Pada 2021, ia dipanggil kantor pajak untuk membayar Rp110 juta tambahan.
Tak hanya itu, rekening Pramono juga diblokir, menambah kesulitan yang dihadapinya. Kejadian ini pun mengundang reaksi peternak sapi di Boyolali. Sekitar 300 peternak terkena dampaknya karena dana mereka terkait dengan rekening yang diblokir. Protes pun dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Boyolali pada 28 Oktober 2024.