Berkunjung ke ‘Rumah Desa’ Milik I Wayan Sudiantara di Banjar/Desa Baru, Kecamatan Marga, Tabanan

1 month ago 4
ARTICLE AD BOX
TABANAN, NusaBali 
I Wayan Sudiantara, warga Banjar/Desa Baru, Kecamatan Marga, Tabanan memilih ‘pensiun’ sebagai guide (pemandu wisata) dan pulang ke desanya. Dia pun ‘putar otak’ untuk mengembangkan potensi desa dan daerahnya untuk bisa dikembangkan menjadi destinasi wisata. Beberapa waktu lalu dia memperkenalkan produk ‘kopi arak’, yakni arak dari racikan kopi. Produknya ini kini sudah mulai berkembang. Tak hanya itu, dia juga membangun ‘Rumah Desa’ di kampungnya. 

Rumah Desa yang dibangun ini dikemas untuk mengenalkan budaya Bali kepada dunia. 

Wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke rumah desa milik Sudiantara tersebut dikenalkan berbagai macam aktifitas masyarakat Bali secara tradisional. Seperti membuat boreh (obat tradisional Bali berbentuk seperti lulur), membuat basa genep (bumbu lengkap ala Bali), menyurat Aksara Bali di atas daun lontar (menulis di atas daun lontar), hingga membuat lengis tandusan (minyak kelapa asli). 

Saat NusaBali berkunjung ke Rumah Desa, belum lama ini diperlihatkan dengan rumah desa yang dibangun di lahan seluas 1,2 hektare. Tampak bangunan yang ada di rumah desa tersebut dibangun seperti biasa. Tidak ada full ukiran Bali, namun dikonsep lebih ke bangunan sederhana. Menariknya rumah desa ini memang dijaga kebersihan dan kerapiannya, ditata apik. 

Saat ditemui Sudiantara mengatakan dari 1,2 hektare lahan dibagi dalam beberapa kawasan untuk dijadikan tempat mengenalkan aktifitas masyarakat Bali secara tradisional. Di bagian depan dijadikan tempat untuk membuat boreh dan canang, kemudian bagian kedua (tengah) dijadikan tempat untuk menyurat aksara Bali. Kemudian di bagian belakang barulah digunakan untuk menyiapkan tempat belajar memasak membuat base genep hingga membuat lengis tandusan. Aktifitas ini pun ternyata sangat antusias diikuti oleh wisatawan khususnya asing. 

Sudiantara menuturkan rumah desa sudah dibangun sejak tahun 2009. Tujuannya hanya ingin mengenalkan atau mengeksplorasi kegiatan masyarakat Bali sehari-hari kepada wisatawan. "Karena ini kan budaya, jadi ingin kami kenalkan sekaligus menjaga kelestarianya," kata pria berusia 56 tahun ini. 

Menurutnya, dalam mengelola rumah desa ini ada tujuh guide yang disiagakan untuk memandu para wisatawan melakukan aktifitas. Tujuh guide tersebut adalah warga lokal dan rekan kerjanya selama dia menjadi guide, beberapa waktu silam.  Termasuk dia juga mengajak orang lokal dan keluarga untuk menyiapkan segala keperluan yang dijadikan bahan untuk mengenalkan budaya Bali kepada wisatawan. 

"Yang paling banyak berkunjung adalah wisatawan Eropa, terutama Prancis. Tiap hari hampir ada 50 wisatawan yang berkunjung," katanya. Dia menerangkan ada sejumlah paket yang ditawarkan untuk wisatawan melihat atau ikut terlibat dalam kegiatan masyarakat. Paket yang ditawarkan mulai dari Rp 50.000 sampai harga  Rp 1 juta.

Untuk yang Rp 50.000 kata Sudiantara wisatawan hanya dapat melihat aktifitas dan minum kopi, sementara yang paket Rp 1 juta wisatawan sudah mendapat seluruh kegiatan termasuk makan siang. "Yang berkunjung tidak hanya asing, ada juga wisatawan lokal yang sekadar ingin ngopi dan makan siang," tandasmantan guide ini. Sementara dari pantauan di lapangan khusus wisatawan yang dipandu oleh Sudiantara sangat antusias membuat basa genep. Basa genep yang dibuat tersebut untuk bahan ayam betutu. 

Mereka mengikuti aktifitas dari awal, dari memilih bumbu, meracik bumbu, hingga ke tahap akhir. Sudiantara meskipun sebagai owner dia juga terlibat dalam memandu. Dari percakapan wisatawan dengan Sudiantara dia juga tampak mengenalkan bumbu dengan bahasa Bali, mulai dari menyebut kesuna (bawang putih), cekuh (kencur), isen (lengkuas) hingga lengis tandusan (minyak kelapa). Para wisatawan pun dibuat manggut-manggut dan tertawa akan penjelasan tersebut. 7 des
Read Entire Article