Kembali Telan Korban, Budayawan Tegaskan Ritual Angngaru di Pernikahan adalah Penyimpangan

2 weeks ago 4
ARTICLE AD BOX

FAJAR.CO.ID, GOWA — Ritual angngaru saat proses pernikahan kembali menelan korban. Padahal, sejumlah budayawan, pekerja seni, dan sastrawan telah mengingatkan bahaya menggunakan ritual ini tidak pada tempatnya.

Sebelumnya, peristiwa terjadi di Desa Malise, Kelurahan Pundata Baji, Kecamatan Labakkang, Kabupaten Pangkep, pada Selasa (29/10/2024). Pemuda bernama Fajar harus kehilangan nyawa akibat insiden itu.

Kali ini peristiwa nyaris serupa terjadi di Dusun Palompong, Desa Pa’bentengan, Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa, berubah menjadi insiden tragis pada Selasa (5/11/2024).

Bagaimana tidak, seorang pemuda bernama Randi (19) terluka akibat senjata tajam yang digunakan dalam peragaan tradisi Angngaru.

Kedua peristiwa itu mengundang perhatian publik setelah video insiden tersebut beredar luas di media sosial.

Sastrawan dan budayawan asal Jeneponto, Khrisna Pabicara juga mengomentari kejadian tersebut. Dia mengaskan Angngaru tidak dibenarkan untuk acara pengantin.

“Angngaru tidak bisa digelar saat menyambut pengantin. Aru itu ikrar setia. Angngaru berarti mengikrarkan kesetiaan. Biasanya, pada masa lalu, ditujukan kepada Raja atau pejabat kerajaan,” tegasnya.

Penulis Novel ‘Sepatu Dahlan’ menambahkan, jika digunakan untuk menyambut pengantin, tidak ada relevansinya. Bertolak belakang dengan esensi aru dan angngaru.

“Lagi pula, apa maksudnya angngaru dengan adegan menusukkan badik? Mau pamer ilmu kebal? Tidak begitu adab angngaru,” ujar Khrisna kepada fajar.co.id, Selasa (5/11/2024).

Hal senada disampaikan budayawan dan pekerja seni, Daeng Tika. Dia mengatakan bahwa jika melihat bagaimana sejarah aru dan subtansinya, tak ngonteks jika angngaru dipertunjukkan dalam acara pernikahan.

Read Entire Article