ARTICLE AD BOX
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kasus hukum yang membelit mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong terus menyita perhatian publik. Terlebih setelah diketahui pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) belum memiliki bukti aliran dana kepada tersangka.
Sejumlah pakar hukum sendiri telah menyampaikan argumen terkait status tersangka yang disematkan Kejagung terhadap Tom Lembong.
Tidak ketinggalan, Ketua LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan menyampaikan pendapat hukum terkait kasus dugaan korupsi yang disangkakan Kejaksaan Agung (Kejagung) terhadap eks Menteri Perdagangan RI, Thomas Trikasih Lembong.
Thomas Lembong atau Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula periode 2015-2016 oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Selasa, 29 Oktober 2024.
Dalam keterangan resminya, Kejagung menyatakan ada kerugian negara sekitar Rp 400 miliar dalam kasus tersebut. Kerugian negara itu disebut berasal dari potensi keuntungan yang seharusnya diterima PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) sebagai badan usaha milik negara (BUMN).
Kejagung menjerat Tom Lembong dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Berkaitan dengan hal tersebut, Chandra memberikan pendapat hukum (legal opini) terkait dua hal. Pertama, soal kebijakan. “Pendekatan pidana pada ranah hukum administrasi, perlu ditinjau ulang,” kata Chandra dalam keterangan tertulis, Senin (4/11/2024).
Dia berpendapat bahwa kebijakan masuk ke dalam ranah hukum administrasi, jika terdapat kekeliruan maka kebijakan tersebut dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh pembuat kebijakan (asas contrarius actus actus).