Penanganan Dugaan Intimidasi di Masa Kampanye Distop

1 month ago 4
ARTICLE AD BOX
Dua laporan yang dihentikan penanganannya itu adalah laporan Pamangku Pura Melanting Pasar Umum Tabanan I Ketut Widiana dan seorang warga Banjar Kesiut Tengah Kaja, Desa Kesiut, Kecamatan Kerambitan I Nengah Hery Putra. 

Dasar dihentikannya dua laporan ini karena tidak terbukti sebagai pelanggaran pemilihan. Karena tidak memenuhi unsur pasal yang disangkakan, yakni Pasal 182 A atau Pasal 187 ayat (2) juncto Pasal 69 huruf d Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang beserta perubahannya.

Ketua Bawaslu Tabanan, Ketut Narta mengatakan penghentian laporan tersebut sudah diputuskan dalam rapat pleno, Sabtu (12/10). Kesimpulanya tidak ada bukti bahwa dua unsur laporan itu sebagai pelanggaran. "Sudah diputuskan Sabtu kemarin dari kajian kami tidak terbukti ada unsur pelanggaran pemilihan sesuai Pasal 182 A dan 187 ayat (2)," tegas Narta, Minggu (13/10). Dijelaskan saat proses klarifikasi pihak saksi menyatakan tidak ada intimidasi begitu juga dengan keterangan terlapor. 

Dalam laporan yang dibuat I Ketut Widiana dijelaskan bahwa dia marah karena video permintaan maafnya viral. “Waktu kejadian tidak ada ancaman kekerasan. (Kasus) Kesiut juga tidak ada (intimidasi). Dia (pelapor) hanya tersinggung dengan kata pamannya (terlapor),” beber Narta. Narta menegaskan sebelumnya Bawaslu memutuskan menindaklanjuti dua laporan tersebur karena memenuhi syarat formil dan materiil sesuai ketentuan Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penanganan Pelanggaran Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Syarat formil yang dimaksud terdapat identitas pelapor, nama dan domisili terlapor, waktu penyampaian pelaporan tidak melebihi ketentuan paling lama tujuh hari terhitung sejak diketahuinya atau ditemukannya dugaan pelanggaran, kesesuaian tanda tangan dalam formulir laporan dengan kartu identitas.

Sementara, syarat materiilnya meliputi waktu dan tempat kejadian dugaan pelanggaran, uraian kejadian dugaan pelanggaran, dan bukti.

Untuk itulah Bawaslu kemudian melakukan pembahasan pertama dengan unsur Kepolisian dan Kejaksaan yang tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Dalam pembahasan itu masing-masing unsur mencari pasal yang diterapkan dalam laporan tersebut sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. “Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 itu hanya ada dua pasal yang mengatur kekerasan. Yakni Pasal 182 A dan Pasal 187 ayat (2),” jelas Narta.

Dari proses itu selanjutnya Bawaslu Tabanan melaksanakan klarifikasi dengan mengundang pelapor, terlapor, dan saksi-saksi untuk meminta keterangan lengkap sesuai dengan laporan awal yang dibuat masing-masing pelapor. "Artinya saat kami lakukan klarifikasi itu khusus menanyakan unsur-unsur dua pasal tersebut. Jadi fokusnya di dua pasal itu tidak keluar. Dan sesuai kajian dari masing-masing Gakkumdu tidak ada terpenuhi unsur pidana pemilihan sesuai Pasal 182 A dan 187 ayat (2),” tandas Narta. 7 des
Read Entire Article